Seandainya ledakan bom di mega kuningan terjadi sebelum pilpres atau terjadi pada saat saat masa kampanye.
Saya yakin dan sudah dapat dipastikan bahwa para capres dan cawapres akan tampil di setiap stasiun TV sedang meninjau lokasi ledakan dan setelah itu akan meninjau atau mengunjungi para korban ledakan di setiap rumah sakit dan menyatakan turut prihatin dan bla..bla..bla.
Seperti ketika kita melihat sendiri bagaimana reaksi mereka terhadap kasus Ny. Prita yang terjerat masalah dengan salah satu Rumah sakit. Bagaimana mereka saling berusaha dulu duluan membantu Ny Prita. Bagi Ny Prita hal ini merupakan sesuatu yang menguntungkan secara pribadi. Sementara di lain pihak hal ini menunjukkan bagaimana hukum di Indonesia begitu memihak pada yang lebih kuat (baik harta maupun kekuasaan). Artinya hukum yang di anut di negri ini ternyata adalah hukum rimba, siapa yg kuat dia yang menang.
Sementara apa yang kita lihat sekarang pasca ledakan mega kuningan, sama sekali tidak terjadi apa yang saya andaikan pada tulisan saya diatas. Tidak terlihat para peserta capres dan cawapres yang mengunjungi atau menjenguk para korban ledakan mega kuningan. Malahan saling bersitegang diantara mereka karena satu pihak merasa disudutkan pihak lain atas peristiwa teror bom tersebut.
Jadi pelajaran yang saya dapatkan adalah, retorika retorika mereka pada saat saat menjelang pilpres dan cawapres semuanya adalah "bulshit", palsu dan "pamrih".
Untuk kedepan, semoga masyarakat juga menyadarinya sehingga kita tidak mudah terbujuk sesuatu yang busuk pada acara lima tahunan negeri ini.
No comments:
Post a Comment