Sungguh kemacetan di Jakarta sepertinya tidak bergeming walaupun sudah "diatasi" dengan cara membangun system bus way. Masalahnya adalah fikiran yang kita gunakan sebenarnya salah kalau beranggapan bahwa sistem bus way adalah untuk mengatasi kemacetan. Kalau anggapan kita adalah salah, berarti untuk apa dan mengapa sampai ada sistem bus way ? Itulah pertanyaannya.
Dari awal mendengar sistem transportasi busway, saya sudah menduga bahwa sistem ini tidak ada gunanya ditinjau dari sisi kemacetan lalu lintas, yang mana justru alasan ini yang mendasari mengapa sistem busway dibangun. Tetapi untuk alasan lain mungkin ada sedikit berguna, yaitu alasan sedikit kenyamanan dari para penggunanya. Sebab terus terang saja bus kota Jakarta sebelum ada bus way sangat tidak "manusiawi" sekali. Namun belakangan ini saya lihat sendiri bahwa ternyata naik busway pun sekarang cenderung berjejal-jejalan seperti layaknya dulu sebelum ada busway. Masalahnya adalah jumlah bus yang beroperasi ternyata tidak sebanding jumlah penumpang pada jam-jam sibuk. Hal ini merupakan penyia-nyiaan fasilitas jalur busway yang telah dibuat. Sebab jalur busway adalah dibangun dengan mengurangi porsi jalan raya yang sudah ada sebelumnya. Jadi kalau ternyata porsi jalan yang sudah "dirampas" ternyata tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka sangat sia-sia sekali, sebab kendaraan yang lain tidak bisa memanfaatkanya, adapun banyak yang menyerobot itu mungkin karena mereka para pengemudi non busway merasa "mubazir" ada jalan kosong sementara mereka merayap berbagi jalan yang tersisa setelah "dirampas" busway. Seandainya jalur busway tersebut tidak kosong melompong, mungkin para pengemudi non busway tidak merasa terlalu sakit hati, sebab toh jalur hasil "rampasan" tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Seperti telah saya sebutkan diatas dari sisi kemacetan lalu lintas, sistem busway adalah "its not works". Seandainya "its works" saya jamin hanya bertahan paling lama 2 tahun. Sebab sebelum sistem busway dibangun saja jumlah kendaraan dan panjang jalan di DKI sudah tidak seimbang atau overload, ternyata bukan panjang jalan nya ditambah malah dikurangi. Dari sudut ini saja berarti sudah irasional saya pikir.
Selama transportasi massa kita masih "tradisional" atau kuno, jangan harap kemacetan di DKI dan sekitarnya akan terurai, meskipun kita sanggup menambah panjang jalan disesuaikan dengan jumlah kendaraan. Sebab kembali lagi akan macet setelah 5 - 10 tahun, kalau pertumbuhan kendaraan bermotor tetap seperti pertumbuhan tahun-tahun lalu.
Transportasi Jakarta sangat tertinggal sekali dibanding dengan 3 Ibukota tetangga terdekatnya,
Kualalumpur, Bangkok dan Singapore. Sementara mereka sudah punya transportasi yang bukan tradisional sejak lama, kita baru sedang akan membangun monorel dan ternyata macet. Saya jadi berpikir semua yang berhubungan dengan lalu lintas Jakarta ujung-ujungnya macet, ya lalu lintasnya, ya proyek fasilitasnya.
Siapa tahu orang-orang yang terlibat dalam perlalulintasan dan transportasi di DKI juga mengalami hal yang sama, gak bisa berpikir karena otak macet. Wah kasihan kalau begitu......para pengguna jalan.
No comments:
Post a Comment