Beberapa waktu lalu pada saat debat capres, JK mengatakan bahwa jingle mie instan yg digunakan kubu SBY untuk kampanyenya bisa berdampak pada kenaikan import gandum.
Seandainya benar import gandum menjadi naik, hanya pikiran picik yang mengatakan bahwa hal itu disebabkan oleh jingle yang dipakai oleh kubu SBY.
Coba kita lihat permintaan import kedelai yang juga sama bermasalahnya. Apakah anda akan menyalahkan rakyat Indonesia yang doyan tempe? Atau menyalahkan mengapa makanan rakyat Indonesia berbahan kedelai?
Sementara untuk import gandum, bagaimanapun kita juga mengekspor product olahannya, salah satunya ya mie instan itu. Artinya kita mengimpor bahan baku dan mengekspor olahannya. Jadi dilihat dari sisi ekonomi ada sedikit nilai tambahnya.
Disisi lain, pernahkah anda berpikir berapa banyak lapisan masyarakat kelas bawah kita yang hidupnya bergantung dari mie instan? Pernahkan anda menghitung berapa banyak warung mie instan rebus yang mayoritas dikelola oleh saudara2 kita yang dari Jawa Barat. Atau bisa kah anda menghitung berapa jumlah pengusaha dan penjual bakso Solo dan Wonogiri di Indonesia ?
Artinya gandum telah menghidupi masyarakat Indonesia yang paling bawah dan dinikmati pula oleh masyarakat kita yang paling atas termasuk JK dan SBY saya yakin.
Sebenarnya apa yang dilontarkan JK terhadap SBY saat itu hanya bermaksud menyerang kubu lawan semata mata untuk kepentingan dan keuntungan kubunya secara pribadi. Mana ada saudagar tidak mencari untung he..he..
Terlepas dari siapa mencari untung, masalahnya adalah memang kita bukan negeri penghasil gandum. Gandum bukan hasil pertanian orisinil kita karena kita penanam padi. Itupun ternyata kita juga sebagai negara pengimpor beras. Jadi kalau mau mempermasalahkan adalah mengapa kita pengimpor beras??? Bukan mempermasalahkan impor gandumnya. Sebab wajar kita mengimpor gandum. Yang tidak wajar adalah mengapa kita mengimpor beras dan kedelai sebab beras adalah makanan pokok kita dan kedelai adalah makanan tradisional kita. Artinya nenek moyang kita dulu menanam 2 jenis tanaman tersebut. Masalahnya mengapa kita tidak bisa memproduksi kedua komoditas tersebut untuk mencukupi kebutuhan domestik kita sendiri?
Bagaimana Deptan kita, apakah sudah bekerja maksimal dan benar? Apakah Pemerintah kita sudah punya komitmen terhadap petani ? Sebab petani tidak akan bisa kaya seperti saudagar beras, tentu saudagar kan cari untung. Sementara petani sekedar cukup untuk makan, ekstrimya.
Jadi menyerang dengan gandum terlalu ringan bobotnya (baca: tidak berbobot) kecuali menyerang dengan sekwintal gandum itu baru berbobot.
Saturday, June 27, 2009
Thursday, June 11, 2009
Suramadu, Kerbau dan Sekolah
Tanggal 10 Juni 2009 telah diresmikan oleh Presiden SBY, jembatan yang diklaim sebagai jembatan yang terpanjang di Asia Tenggara, yaitu jembatan Suramadu. Jembatan yang menghubungkan antara pulau Jawa dan pulau Madura ini memang satu-satunya yang bisa kita banggakan saat ini karena tidak ada yang bisa kita banggakan setelah sekian lamanya. Sementara tetangga dekat kita sudah sekian lamanya bangga dengan bangunan gedung tertinggi mereka.
Jujur saya turut bangga akan keberadaan jembatan tersebut. Tetapi sayangnya saya merasa sedikit ironis juga melihat kenyataan bahwa secara umum prasarana kita terutama jalan jalan raya baik negara maupun jalan jalan provinsi sama sekali jauh dari untuk dibanggakan. Sangat pincang bila dibandingkan dengan jembatan yang baru diresmikan tersebut.
Bahkan kondisi jalan jalan negara yang di luar pulau Jawa lebih memprihatinkan lagi. Dengan kondisi seperti itu tidak bisa disebut jalan lagi, tepatnya "offroad", kendaraan yang tepat untuk melintasinya adalah kerbau, karena memang sudah menjadi kubangan kerbau.
Inti dari tulisan saya ini adalah seharunya dengan telah memiliki jembatan sekelas Suramadu, jalan jalan raya negara dan provinsi kita sudah seharunya bebas "offroad" atau bebas kubangan kerbau. Tetapi kenyataannya banyak kerbau kerbau yang harus melakukan peran ganda..pagi membajak sawah, siang jemput kesekolah. Ingat sekolah, ingat gedungnya yang nyaris terbelah, wah payah.
Jujur saya turut bangga akan keberadaan jembatan tersebut. Tetapi sayangnya saya merasa sedikit ironis juga melihat kenyataan bahwa secara umum prasarana kita terutama jalan jalan raya baik negara maupun jalan jalan provinsi sama sekali jauh dari untuk dibanggakan. Sangat pincang bila dibandingkan dengan jembatan yang baru diresmikan tersebut.
Bahkan kondisi jalan jalan negara yang di luar pulau Jawa lebih memprihatinkan lagi. Dengan kondisi seperti itu tidak bisa disebut jalan lagi, tepatnya "offroad", kendaraan yang tepat untuk melintasinya adalah kerbau, karena memang sudah menjadi kubangan kerbau.
Inti dari tulisan saya ini adalah seharunya dengan telah memiliki jembatan sekelas Suramadu, jalan jalan raya negara dan provinsi kita sudah seharunya bebas "offroad" atau bebas kubangan kerbau. Tetapi kenyataannya banyak kerbau kerbau yang harus melakukan peran ganda..pagi membajak sawah, siang jemput kesekolah. Ingat sekolah, ingat gedungnya yang nyaris terbelah, wah payah.
Subscribe to:
Posts (Atom)